Tulisan singkat ini ditulis karena terinspirasi dari khutbah Jumat di Masjid Al Hikam II Depok, Jawa Barat
Dewasa ini perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW seolah menjadi acara rutin tahunan bagi umat Islam sedunia. Bentuk perayaan yang dilakukan bermacam-macam. Ada yang merayakannya dengan menyelenggarakan sebuah ceramah, ada yang bershalawat, bahkan ada yang menyelenggarakan arak-arakan massa kemudian membuang sesajen ke lautan.
Ada banyak pro dan kontra mengenai perayaan ini. Ada yang beralasan bahwa acara perayaan ini berguna untuk mengingatkan kembali pada keteladanan Nabi Muhammad SAW di selang kehidupan duniawi. Ada juga yang beralasan bahwa acara tersebut merupakan ekspresi kegembiraan kita dalam menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun dari pihak kontra beralasan bahwa acara ini tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah sehingga termasuk bidah serta membuang-buang atau menyia-nyiakan harta.
Khutbah Jumat yang saya dengarkan hari ini memberikan saya pencerahan. Sang khatib bilang bahwa perayaan maulid tersebut hukumnya bid’ah hasanah alias dianjurkan. Kenapa demikian? Karena ia bertujuan untuk merevitalisasi semangat umat Islam dalam meneladani Nabiyullah Muhammad SAW. Rasulullah sendiri merayakan hari kelahirannya dengan caranya sendiri yakni dengan berpuasa setiap hari Senin. Pernah suatu saat sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang alasan berpuasa pada hari Senin. Rasulullah menjawab bahwa ia merayakan hari lahirnya dan hari ia diutus. Nah, jika demikian, kenapa kita tidak meniru Nabi untuk merayakannya?
Sang khatib menambahkan bahwa kegiatan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang baik itu dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an, membaca shalawat, mengingatkan kembali sejarah Nabi Muhammad beserta ajaran Islam yang dibawanya dalam bentuk ceramah, dan lain sebagainya. Nah yang tidak diperbolehkan itu merayakannya dengan arak-arakan massa kemudian membuang sesajen ke lautan. Tentu kita dapat mengernyitkan dahi, apa sebenarnya esensi Islam dalam arak-arakan tersebut? Harta yang dibuang tersebut lebih baik disedekahkan kepada yang lebih berhak.
Saya ingin menambahkan tentang hukum bid’ah yang menjadi predikat perayaan ini. Ada teman saya yang berdalih bahwa kullu bid’atan dhalalah -> kalau tidak salah artinya setiap bid’ah itu menyesatkan / tidak baik untuk diikuti. Saya jadi teringat dengan beberapa kalimat yang disampaikan sang khatib. Dulu pada zaman Rasulullah SAW tidak ada ada jenjang kuliah S1, S2, dan S3. Akan tetapi sekarang kita mengikutinya. Apakah hal tersebut diperbolehkan? Karena itu hal yang baik alias bid’ah hasanah. Begitu pula dengan perayaan Maulid Nabiyullah Muhammad SAW. Karena perayaannya dilakukan dengan cara yang islami yakni tetap membawa esensi Islam, maka ia dikategorikan sebagai bid’ah hasanah alias dianjurkan.
Bagaimana menurutmu tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW? Berikan komentarmu di sini.
Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam. BUKAN alaihissalam.
Mohon Lambang Muhammad Alaihissalam diganti.
SukaSuka
Wah terima kasih atas saran yang telah diberikan 🙂
Tapi sebelum saya ubah, saya ingin bertanya
1. Itu tulisannya kaligrafi sih. Mungkin kurang jelas.
Di situs pemilik gambar (http://meali-adk.deviantart.com/art/Prophet-Muhammad-p-b-u-h-name-108729884) pun tidak ada yang protes
2. Saya baru menemui permasalahan ini. Ketika Nabiyullah disandingkan dengan gelar AS bukan SAW. Apakah hal tersebut merupakan hal yang fatal? Any (quite good) references? Terima kasih 🙂
SukaSuka
MAULID maksud utamanya adalah syukur, maka segala bentuk AMAL SHALEH (puasa, shalat, sedekah, majlis dzikir, majlis sholawat, majlis ilmu, majlis maulid, silaturrahmi dan lain-lainnya) semua karena TAUFIQ dari ALLAH SWT. dan JASA Nabi MUHAMMD SAW. itu semua BAGIAN dari MAULID , artinya disitu selalu ada jasa Nabi MUHAMMAD SAW. yg agung, yg harus kita syukuri, kita bahagia akan rahmat yang diberikan oleh ALLAH SWT. karena nabi MUHAMMAD SAW. adalah rahmat bagi seluruh alam. ungkapan kebahagiaan dalam bentuk amal shaleh itu sangat terpuji selama tidak keluar dari syari’at dan bercampur ma’siat.
SukaSuka
bismillah
Allah dan para malaikat juga bersholawat atas Nabi, dan orang-orang beriman diperintahkan sholawat juga, berarti sholawat itu baik, sepakat?
Kalo lihat sejarahnya, maulid kan diadain buat ningkatin semangat umat muslimin lagi yg saat itu mulai turun semangatnya n mulai jauh dari diinul Islam, makanya ijtihad seorang sultan waktu itu di Damaskus sono bikin festival yg gede-gedean n didalemnya ada pembacaan syair-syair ttg Rasulullah (yg paling terkenal sampai hari ini Barzanji, CMIIW) dgn harapan umat Islam waktu itu inget n neladanin Rasulullah. ke konteks kontemporer, kekinian n kedisinian, yaa baik-baik aja bikin festival kayak begitu, bagian dari syiar Islam juga n mudah-mudahan bisa ningkatin lagi semangat muslimin hari ini, sepakat?
beberapa catatan saya tentang maulid yg ada di masyarakat:
– ada tambahan keyakinan macem-macem didalemnya, ya kaya contoh yg mas yunus tulis diatas, pake ada sesajen-sesajen segala, for what? nggak sepakat saya kalo ada tambahan macem-macem kayak beginian
– maulid cuma satu bagian dari syiar Islam, bukan kewajiban. nggak sepakat saya kalo ada anggapan seakan-akan maulid jadi suatu keharusan yg kalo nggak diadain dosa -.-‘
– pembacaan Rawi itu kan pake bahasa Arab, nggak semua orang indonesia ngerti bahasa arab, boleh nggak abis baca sholawat trus bacain juga artinya? beberapa yg saya tahu, artinya bagus sejarah hidup Rasulullah, sayang banget kalo jamaah nggak ngerti
– mudah-mudahan esensi maulid tetap dapet, meneladani Rasulullah… walaupun nggak bisa seluruhnya, minimal sudah berusaha meneladani
mau bikin maulid silahkan, nggak bikin juga gapapa
kita kerjasama yg kita sepakat n toleran yg kita berbeda ^.^
PS: maaf nggak nulis maraji’ / referensi apa-apa, spontan nulis nggak sempet buka buku atau nanya ustadz dulu ^.^v
SukaSuka
wah. terima kasih atas komentar yang diberikan. Dalam keempat poin yang diberikan oleh Edi, saya sepenuhnya setuju.
Saya ingin berkomentar juga ya tentang poin ketiga, iya sih dalam bahasa Arab, saya juga ga ngerti artinya. Akan tetapi saat saya membacanya bersama jamaah, hati saya serasa ikut hadir menyambut Nabiyullah Muhammad SAW. Hati saya terasa sejuk, gembira, dan berbagai macam perasaan bahagia lainnya. Entahlah, I do love it!.
Mungkin kalau pendapat dari Edi, juga disertakan artinya juga ya. Kalau menurut saya (yang juga mencontoh ajaran almarhum guru besar saya), justru itu merupakan dorongan bagi kita untuk mengetahui bahasa Arab. Kalau kita sering mendengar dan familiar dengan suatu bahasa, maka kita akan semakin fasih dengan bahasa itu kan? Ya memang tantangannya bahasa Arab bukan bahasa utama / primer di lingkungan kita. Saya sendiri sudah belajar bahasa Arab selama 9 tahun di madrasah, jadi agak-agak ngerti sedikit apa yang saya baca.
SukaSuka