Disuruh cuti wajib 2 minggu. Enaknya kemana dan ngapain aja ya? Kalau gue kemarin akhirnya memutuskan pergi ke 2 kota di Indonesia yang paling gue suka. Tipe liburan yang pengen gue jalani sejak lama ya Live Like Locals.
Live Like Locals
Kalau biasanya turis sudah punya target hari ini kemana makan apa naik apa dan seterusnya. Gue ngelakuin hal sebaliknya. Gue cuma menentukan kota tujuan dan tempat menginap. Kedua kota tujuan gue itu Bandung dan Jogja. Kalau tempat menginap, gue pilih yang konsepnya hotel kapsul. Nah perihal tujuan wisata makan apa naik apa, gue baru rencanain H-1 atau maksimal hari H (ya iyalah mana bisa direncanain H+1).
Singkatnya Live Like Locals itu istilah kerennya males riset aja. Hahaha. Nggak ding, bercanda. Intinya sih tipe liburan gue gak muluk muluk harus kesana kesini nyobain makanan ini itu.

Penginapan
Di Jogja gue menginap di The Packer Lodge dan di Bandung gue menginap di Buton Backpacker Lodge. Keduanya punya konsep hotel kapsul, maksudnya di dalam 1 kamar tidur terdapat banyak ranjang (4-6 item) yang bisa dipakai sebagai tempat tidur. Konsep hotel kapsul ini agak mirip dengan konsep dormitory yang menggunakan bunk bed. Namun konsep hotel kapsul menawarkan ruang privasi yang lebih karena masing-masing ranjang memiliki sekat dan ada di dalam ruangan kecil yang disebut sebagai kapsul.

Makanan
Gue gak mikir sarapan makan apa karena sudah disediakan oleh tempat penginapan. Di The Packer Lodge, tersedia roti dan selai, buah, dan infused water. Di Buton Backpacker Lodge, setiap hari disediakan nasi goreng, sereal dan susu, beserta roti dan selai. Walaupun demikian, gue sering lari pagi atau iseng jalan pagi kemudian beli sarapan di pinggir jalan.
Nah kalau makan siang dan makan malam, waktunya kuliner makanan daerah setempat. Gue paling suka cari makanan di Jogja karena banyak angkringan. Makanannya sih sekedar nasi kucing, gorengan, dan es teh manis. Tapi selain makan, gue juga bisa ngobrol dengan warga setempat, minimal dengan penjualnya. Mulai dari sejarah angkringan tersebut, cerita tentang keluarga mereka yang sedang merantau ke kota, dan seterusnya.

Transportasi
Gue menghindari kendaraan pribadi misalnya sewa motor atau mobil. Alternatifnya gue sering banget jalan kaki atau naik transportasi umum. Ya sesekali naik ojek online kalau dirasa jalan kaki cukup menghabiskan waktu (biasanya jarak 2 hingga 5 kilometer). Pernah juga sih gue iseng jalan kaki sekitar 3 kilometer karena rute transportasi umum sedang ada pengalihan arus dan mager naik ojek online.
Jalan kaki
Gue sih ngaku aja hobi jalan kaki. Keuntungan gue jalan kaki ya jadi lebih sehat dan itung-itung sebagai pengganti gue yang jarang olahraga. Selain itu gue lebih mengingat jalan dan lebih punya waktu untuk memperhatikan detail daerah yang gue lewati. Yang paling gue suka dari jalan kaki, gue seringkali menemukan tempat makan yang non-mainstream, makanannya enak, dan harganya murah. Untuk makanan yang sama, harganya bisa lebih murah 2x lipat dibanding harga makanan di tempat mainstream.

TransJogja dan Angkot Bandung
Di Jogja, gue mengandalkan TransJogja sebagai moda transportasi utama. Aksesnya mudah (tersedia halte), rutenya banyak menjangkau tempat seputar kota Jogja, dan terjamin kesediaan layanan sampai makan. Yang paling penting dan kunci perbedaan paling besar dibanding moda transportasi di Bandung berupa angkot, sistem pembayaran bisa menggunakan uang elektronik. Ditambah lagi waktu itu sedang ada promo diskon tiket perjalanan yang awalnya 3500 menjadi 1500 rupiah saja. Promo pembayaran ini hanya untuk pemegang member TransJogja atau kartu Flazz BCA.
Sewa motor
Pas di Jogja, gue pengen mengunjungi tempat tempat yang susah dijangkau dengan transportasi umum. Akhirnya gue memutuskan untuk sewa motor selama 1 hari penuh. Karena gak mau rugi, gue pun memanfaatkan motor tersebut untuk menempuh perjalanan 200 kilometer dalam waktu 14 jam. Tempat wisata yang pengen kunjungi lokasinya di luar kota Jogja dan sebagian besar ada di perbatasan. Jadi keputusan gue untuk sewa motor ini gue nilai cukup efisien dari sisi waktu.
Oleh-oleh
Gue sengaja beli oleh-oleh di Bandung saja agar gue gak ribet bawa dan masih awet untuk dimakan. Kebetulan di dekat penginapan, ada Batagor Kingsley yang katanya cukup terkenal dan antrian pembelinya cukup banyak. Gue yang anti ribet dan mau beli makanan mainstream aja akhirnya memutuskan beli oleh-oleh Batagor Kingsley saja sebelum beranjak pulang.

#Jalan2Jenius
Gue berencana beli saat pagi-pagi saja saat toko baru buka untuk menghindari antrian tersebut. Toko ini hanya menerima pembayaran cash alias tunai. Gue yang malemnya hanya pegang uang tunai 50 ribu rupiah saja, dengan pedenya, “Ah besok aja pagi-pagi ambil tunai di ATM dalam minimarket sebelum toko buka”.
Pagi-pagi sekitar pukul 7.45 WIB (15 menit menjelang toko buka), gue mampir ATM di minimarket dan mendapati tulisan, “Maaf, tarik tunai sedang error”. Oke. Akhirnya gue tanya aja ke kasir minimarket untuk bisa tarik tunai lewat kasir saja. Katanya minimarket baru buka dan uang tunai belum cukup banyak jadi belum bisa melayani tarik tunai. Oke. Gue mulai panik.
Untungnya gue inget kalau tarik tunai Jenius bisa dilakukan di mesin ATM bank apa aja tanpa khawatir dikenakan biaya administrasi tambahan. Gue langsung buka aplikasi Google Maps dan mencari mesin ATM terdekat. Akhirnya gue tarik tunai dan beli oleh-oleh dengan tenang, terhindar dari antrian panjang.
Kalau kamu disuruh cuti 2 minggu, bakal ngapain atau kemana?
Satu respons untuk “Traveling : Live Like Locals”