Seberapa greget lo? Gue ngutang, trus telat bayar. Eh ditagih, gue lapor polisi.
Kontroversi fintech lending ini (pinjaman online) terus berlanjut dan berkembang di masyarakat. Kemudahan mendapatkan pinjaman yang ditawarkan oleh fintech lending ini tentunya sangat menarik. Namun beberapa fintech memiliki cara penagihan yang kurang disukai oleh masyarakat. Cara tersebut yakni menyebarkan informasi penagihan kepada keluarga atau teman terhutang melalui kontak yang ada di ponsel.
Siapa yang bersalah?
Kalau menilik opini beberapa orang, fintech lending disalahkan karena melakukan cara penagihan yang membuat malu yang berhutang. Bahkan beredar pesan melalui WhatsApp bahwa cara penagihan tersebut dilaporkan oleh yang berhutang kepada polisi. Gue sih penasaran ya, apa yang dijadikan sebagai dasar laporan tersebut. Pencemaran nama baik?
Selain itu ada juga yang bilang, ya namanya hutang, harus dibayar lah. Yang menarik dari kasus ini yakni yang memberikan hutang tidak lagi punya sungkan untuk menagih yang terhutang. Cara penagihan yang dipilih oleh fintech bukan lagi melalui jalur hukum tapi melalui norma sosial. Alih-alih menyewa pihak ketiga untuk melakukan penagihan, fintech ‘menghukum’ pihak telat berhutang melalui norma sosial.
Menurut gue cara ini brilian, mengingat norma sosial ini bersifat distributed dan irregular, bukan seperti norma hukum yang bersifat centralized dan prosedur berbelit. Dalam hati, gue juga pengen norma sosial ini efektif dilakukan pada pelanggaran aturan misalnya buang sampah sembarangan atau pelanggaran lalu lintas. Tapi sepertinya hukuman melalui norma sosial untuk kedua hal tersebut, kurang efektif. Tanya kenapa?
Menurut gue fintech lending punya hak untuk menagih, toh info penagihan itu dikirim kalau yang berhutang telat membayar. Yang berhutang punya kewajiban membayar tepat waktu, bukan malah lebih galak dengan lapor polisi ketika ditagih. Toh jika kewajiban membayar tagihan tepat waktu ditunaikan, fintech lending tidak akan mengirim info ke keluarga atau teman.
Hutang
Menurut gue, berhutang tidak melulu sesuatu yang buruk, bahkan berhutang merupakan hal yang normal dilakukan. Terutama jika berhutang tersebut dilakukan untuk mengembangkan usaha atau bisnis. Laba yang dihasilkan bisa digunakan untuk membayar kembali hutang secara berkala (cicilan). Bisnis yang dapat terus berjalan dan berkembang akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Ada lho yang menganggap hutang itu buruk. Hutang kok gede gede amat sih. Dalam hati gue, so what? Asal bisa bayar tepat waktu sih gak masalah ya. Asal hutangnya produktif sih gak masalah ya. Nah kalau ngomongin ribawi, gue gak mau bahas itu di sini. Tapi gue sendiri tertarik dengan konsep hutang dengan akad syariah (hutang islami?).
Berhutang juga ada batasnya, harus dihitung berdasarkan kemampuan menghasilkan pendapatan. Tidak cuma individu tapi juga perusahaan bahkan negara. Kalau dilihat Indonesia berhutang ribuan triliun tapi hal tersebut tidak akan menjadi masalah ketika penghasilan negara terhitung sudah cukup. Hutang yang buruk biasanya bersifat konsumtif, yang tidak menghasilkan uang kembali.
Namun gue juga menyadari bahwa ada beberapa orang yang meminjam fintech lending ini karena benar-benar terpaksa. Mereka meminjam fintech lending karena tidak tahu lagi harus meminjam kemana, entah tidak punya kenalan atau keluarga, gengsi atau malu. I will not blame them for applying such an easy money to fulfil their needs.
Gue sendiri selalu berdoa kalau baca atau dapat cerita kasus begini. Semoga gue, keluarga gue, temen-temen gue, selalu hidup berkecukupan. Gak pernah merasa terpaksa untuk pinjam uang untuk kebutuhan konsumtif, baik pinjaman offline maupun pinjaman online.
Fintech Lending
OJK sudah mengambil langkah apik dengan mensyaratkan perusahaan-perusahaan fintech untuk mendaftar. Gue sampe saat ini masih belum paham betul keuntungan fintech mendaftar di OJK. Tapi kalau menurut gue, masyarakat memiliki acuan atau referensi perusahaan fintech yang resmi diawasi oleh OJK. Jadi masyarakat tidak direkomendasikan untuk berinteraksi dengan fintech lending yang belum terdaftar (fintech ilegal).
Walaupun demikian, disebabkan digital literacy masyarakat yang masih rendah atau sosialiasi OJK yang kurang masif, masih ada masyarakat yang berinteraksi dengan fintech ilegal.
Fintech lending sendiri (baik legal maupun ilegal) hendaknya melakukan evaluasi terkait aplikasi pengajuan pinjaman yang disetujui. Evaluasi tersebut tidak hanya akan mengurangi komplain dari pengguna. Akan tetapi juga berpengaruh kepada kelanjutan bisnis pinjaman online ini karena kepercayaan masyarakat meningkat terhadap fintech lending.
Disclaimer : Semua opini di blog ini bersifat pribadi dan tidak mencerminkan perusahaan tempat bekerja. Semua opini di blog ini bersifat diskusi dan tidak merasa benar sendiri. Feedbacks and discussions are always welcome.