Pencarian Laptop Terbaik (2020)

Setiap ada anggota keluarga yang beranjak masuk kuliah, gue sering banget diminta pendapat mana laptop yang paling oke. Eh bukan sekadar pendapat ding, malah seringnya disuruh nyariin. Untung bukan diminta beliin ya, hahaha.

Update 22 Okt 2020! Ada penambahan kriteria dan informasi laptop apa yang akhirnya dibeli. Apakah itu? Baca terus ya!

Laptop terbaik / paling bagus

Kalau ditanya laptop apa yang paling bagus? Ya tergantung kebutuhan. Banyak banget variasi laptop baik dari sisi merk dan spek di pasaran memang ditujukan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan konsumen. Ada yang memiliki prosesor canggih, kapasitas penyimpanan yang besar, hingga faktor bentuk yang tipis sehingga mudah ditenteng kemana mana. Oleh karena itu, sebelum menjawab laptop apa yang paling bagus, kita perlu tahu dulu laptop bakal digunakan untuk apa.

Nah berhubung gue diminta untuk nyariin laptop buat anak yang mau kuliah Teknik Informatika, ya gue cari lah spek yang mumpuni. Kebetulan gue juga lulusan yang mirip jadi kurang lebih ngerti kira kira aktivitas kuliah apa saja yang bakal dilakoni. Laptop ini spesifik untuk jurusan Teknik Informatika ya, kalau jurusan lain mah bisa jadi beda lagi.

Photo by Athena on Pexels.com

Budget : 6-7 juta

Ini merupakan komponen yang paling penting untuk memulai sebuah pencarian. Kalau ngga ada komponen kriteria ini, mungkin bakal lebih susah untuk mencari merk dan versi yang spesifik. Gue pribadi tinggal filter harga aja di website e-commerce atau website resmi penyedia laptop.

Prosesor i3 cukup sih

Mungkin orang lain punya preferensi yang berbeda tapi gue lebih sreg memilih prosesor intel dalam memenuhi kebutuhan harian. Prosesor AMD lebih cocok jika aktivitas membutuhkan multithreading. Apalagi jika dipasangkan dengan prosesor grafis yang mumpuni.

Correct Me If I’m Wrong ya.

Spek minimum gue adalah Intel i3 karena gue ga prefer Intel Celeron. Kalau mau i5, budget ga cukup, kebanyakan i5 di angka 8 jutaan. Gue pribadi, kalau ga ada batasan budget, gue prefer i5, dibanding i3 atau i7.

Menurut gue i3 itu prosesor hemat, i5 itu prosesor cukup, i7 itu overkill untuk dipasang di laptop. Prosesor Intel itu konon lebih cepet panas dibanding AMD. Bayangin aja kalau dipasang di laptop dengan fasilitas cooling yang terbatas dan space yang sempit. Khawatirnya malah panas tersebut membatasi kemampuan prosesor atau bahkan mendegradasi kemampuan prosesor dari waktu ke waktu.

Photo by Nana Dua on Pexels.com

Ga perlu prosesor grafis canggih

Menurut gue sih karena lebih banyaknya ngoding ya ga perlu lah ada prosesor grafis macam NVIDIA ada di laptop. Beda kalau misalnya aktivitas lebih berat ke multi media seperti gambar dan video. Tapi sebenernya sih kalau emang ada laptop yang terpasang NVIDIA dan sesuai budget ya bagus sih. Lumayan bisa iseng buat nge game kalau bosen.

Merk dedicated GPU selain NVIDIA apa lagi sih?

RAM kecil ga masalah

Gue ga begitu masalah dengan besarnya RAM yang awalnya terpasang di laptop. Karena setahu gue RAM bisa upgrade di lain waktu. Jadi yang awalnya cuma 4, bisa jadi 8, 16, atau 32, tergantung berapa maksimal slot pengaturan di motherboard.

Berbeda dengan prosesor yang ga bisa leluasa diganti. Oleh karena itu pemilihan prosesor harus dilakukan di awal dan tepat kebutuhannya.

Iklan

Hidup SSD!

Gue ngga tergoda dengan besarnya kapasitas penyimpanan. Gue sekarang lebih menekankan tipe storage yang dimiliki oleh laptop. Boleh aja kapasitasnya 1 TB tapi kalau HDD semua ya menurut gue sayang aja gitu. Mending ya ada komponen minimum deh 128 GB SSD. Minimal drive SSD ini dipakai untuk instalasi OS dan aplikasi yang sering dipakai.

Komponen ini menurut gue penting banget alias game changer karena dapat mempercepat proses computing. Boleh aja prosesor canggih dan RAM gede tapi disk masih hard disk, bakal ngadat di read and write data. Nah kecanggihan prosesor dan besarnya RAM harus didukung dengan fitur storage yang mumpuni.

Nah kemampuan read and write SSD itu jauuuuuuh lebih bagus daripada hard disk biasa. Inilah yang membuat laptop flagship itu jauh lebih kenceng daripada laptop kebanyakan. Karena mereka fokus menggunakan SSD sebagai basis storage.

wikimedia.org

Windows OS built in

Gue pribadi sih lebih seneng kalau beli lisensi Windows tersendiri karena nanti bisa install lagi di laptop lain tanpa harus beli lisensi baru. Tapi berhubung ini punya orang lain, ya daripada nanti ngeluh mahal dan malah nantinya pake versi crack (kalau ada yang gratis ngapain bayar), ya mending beli langsung built in OEM saja alias bawaan.

Ga perlu CD ROM

Menurut gue ini terobosan paling inovatif dan kontroversial yang dilakukan oleh Apple pada lini produknya MacBook. Pada awalnya memang banyak kritikan sana sini tapi pada akhirnya banyak brand mengikuti langkah yang sama. Ya, ngga usah ada fitur CD ROM, pengalaman gue dengan beberapa laptop sebelumnya, laptop bakal jadi berat banget banget.

Berhubung ya anak kuliahan sering nenteng backpack atau tas jinjing isinya laptop, disayang sayang aja tuh punggung atau pundak. Ga usah dikasih beban terlalu berat, biar Dylan aha. #loh

Iklan

Kriteria lainnya

Menurut gue, kriteria lainnya selain fitur di atas (what you need) tuh preferensi saja (what you want). Baik dari sisi form factor yang tipis nan kece, kapasitas baterai yang gede, layar yang luas dengan bezel tipis. Oh iya, tetep pastiin kalau ada fitur webcam dan colokan-colokan umum ya, misalnya HDMI, USB, dan headphone jack.

Soalnya ada yang saking tipisnya tuh, malah cuma ada colokan USB, itu pun USB C. Ya tergantung kebutuhan juga sih, kadang ga butuh HDMI karena ga butuh presentasi dengan nyolok HDMI. Atau ga butuh headphone jack karena ada bluetooth headset.


Gue lagi cari informasi laptop apa aja yang memenuhi kriteria. Nanti kalau udah jadi beli laptop apa, akan gue kasih tau di post ini. Kalau kalian sendiri ada rekomendasi laptop kah dengan kriteria di atas? Kasih tau di kolom komentar ya.

Update 22 Okt 2020! Akhirnya gue memilih Lenovo Ideapad Slim 3 sebagai laptop pilihan. Kenapa Lenovo?

Pencarian laptop sudah dilakukan secara online dan sudah mendapatkan incaran laptop yang cakep dan sesuai budget. Tapi apa daya, kalau beli online, khawatirnya ada risiko rusak, ga bisa nyala, keyaboard ga bisa dipencet, dst. Gue tahu pasti ada garansi toko tapi kalau balikin pake kurir lagi kan lama dan ribet ya.

Akhirnya balik lagi ke cara awal, offline dengan mendatangi satu per satu toko. Eh tak dinyana, merk yang diincer ga ada di semua toko yang dikunjungi. Akhirnya daripada ribet, yauwes dicoba saja sebut spek. Seperti dugaan, harga offline sudah dikasih mark up sekitar 500 ribu hingga 1 juta dibanding harga beli online.

Oh iya, selama survei dari toko ke toko, ada tambahan kriteria yang sebelumnya gue ga kepikiran. Lisensi Microsoft Office. Is it the latest version? Soalnya kan sekarang kalau mau pake Microsoft Office, harus berlangganan ya, bukan beli putus. But somehow, it is already installed in the OEM. Ya lumayan lah buat anak kuliahan, ga perlu ribet install Windows dan Office lagi dengan biaya terpisah.

Yang gue dapet dengan budget 6-7 juta di offline ya tanpa dedicated graphic. Padahal kalau beli online, bisa tuh dapet dedicated graphic. Kan gemes ya. Dikit lagi, dikiiit lagi. Hahaha.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.